Minggu, 28 Agustus 2016

Keluyuran di Banyumas # 2 : Gagahnya Curug Cipendok.

Sepertinya di bulan agustus ini bulannya postingan tentang curug di blog Sering Keluyuran. Ini dikarenakan mala mulai kecanduan melihat pemandangan air terjun. Makanya dia ngajakinnya ke curug mulu. Bisa juga virusnya beti sudah menyebar di otaknya mala. Namun untuk Keluyuran kali ini kita tidak akan membawa pasukan, tidak dengan sang penjelajah air terjun (beti), tidak juga mengajak adik-adiknya mala (dwi dan wiwi). Kita cuma berdua. Hanya ada saya dan mala. 

Dan tujuannya kita kali ini adalah Curug Cipendok.


Untuk menuju Cipendok, Kita menyelusuri jalur utama slawi-bumiayu-ajibarang-purwokerto, nanti kita menjumpai sebuah pertigaan yang cukup besar (gak ada lampu merah), sering disebut pertigaan losari, karena kita dari arah slawi/bumiayu jadi kita belok kiri untuk menuju ke Curug Cipendok yang ada di kec. Cilongok. Kemudian kita melewati flyover rel kereta api, serta beberapa tanjakan yang cukup terjal yang harus kita lewati.

Ada satu titik dimana kita melewati sebuah tanjakan dengan sudut kemiringannya mencapai ??? segitulah, pokoknya terjal banget. Jelas motor yang kita naiki gak kuat, tapi itu bukan hal yang menakutkan. Justru yang paling menakutkan itu ketika motor udah gak kuat jalan, otomatis saya rem biar gak turun kebawah, tapi apa yang terjadi, motornya tetep turun kebawah meskipun motornya sudah saya rem, ini gila banget tanjakannya. Mungkin karena sudut kemiringannya yang keterlaluan banget.

Kemudian saya biarkan mala saja yang mengendarai motor, sedangakan saya jalan kaki. Tapi alkhamdulillah ada warga setempat yang baik hati mau memboncengkan saya. Tapi tetep aja gak kuat. Ini memang salah saya yang belum kunjung kurus.

Singkat cerita, akhirnya kita sampai juga dilokasi Wisata Curug Cipendok. 
sumber foto : www.purwokertoguidance.com
Curug Cipendok ini sudah lama menjadi salah satu obyek wisata andalan kab. Banyumas. Terbukti sudah banyak hotel-hotel murah kelas melati yang berjejer didepan gerbang masuk ke curug.

Sesampainya di gerbang, saya pikir tinggal beberapa meter lagi kita sampai di curugnya, ternyata kita masih harus jalan sekitar 1km lagi untuk sampai di parkiran. Tapi pemandangannya menyejukan banget. Sebelah kiri kita itu terdapat hutan dengan berbagai satwa yang masih terjaga. Saya sempet melihat burung agak besar dengan warna yang sangat cantik yaitu perpaduan hijau, merah, dan orange di bagian kaki. Sayangnya saya gak tau nama burungnya apaan karena gak sempet kenalan. Sedangkan kanan kita adalah pemandangan bukit-bukit yang mulai tertutup karena kabut. sangat-sangat menyejukkan mata pemandangannya.



Sesampainya di parkiran, kita masih harus jalan kaki melewati jalan setapak sejauh 500 meter untuk sampai di curugnya.



Tapi sebelum sampai di curugnya, kita akan melewati beberapa warung makan, mendoan, bakso dll yang siap melayani kita. Dan sebaiknya pula kita tidak usah membawa bekal dari rumah, kita tinggal beli makanan aja di warung-warung tersebut untuk membantu perekonomian setempat supaya mereka juga tetap berjualan disitu.

Kemudian kita juga melewati beberapa fasilitas yang ada seperti taman bermain anak, cottage, outbond, jogging track, jungle track, dan mushola. Ditambah lagi udaranya sangat segar, bebas polusi, dan juga bebas dari mantan. 

sumber foto : www.ophiziadah.com
Dengan berjalan kaki sekitar 15-20 menit akhirnya kita sampai juga di sampingnya curug cipendok yang gagah perkasa.


Dengan ketinggian 100 meter, juga dengan debit air yang sangat banyak menjadikan curug ini seolah-olah tidak tertandingi. Saking banyaknya air yang jatuh dari atas tebing Curug Cipendok, kita yang berdiri sejauh 150 meter lebih sudah terkena percikan air yang membuat suasana seolah-olah kayak hujan setempat, keren banget emang. Beda kalau baru putus sama seseorang, mau berdiri sejauh apapun hati kita seakan-akan hujan terus.

Banyak monyet yang bermain-main disekitaran curug, loncat sana-loncat sini dari pohon ke pohon, bukan dari hati seseorang ke hati orang lain. mungkin mereka juga sedang menikmati kesegaran yang diberikan oleh Curug Cipendok.

Mala terlihat sangat menikmatinya. Saya juga ikut seneng melihatnya.  



Sayangnya kita gak bisa berlama-lama disini, tiba-tiba hujan datang dengan derasnya yang membuat saya, mala, serta pengunjung lain jadi kalang kabut mencari tempat untuk berteduh. Namanya juga di lereng gunung, jadi cuaca tidak bisa ditebak. Kemudian kita lari ke warung bakso yang memang sangat pas untuk menghangatkan badan. Setelah itu kita pulang.

Setelah saya melihat berbagai jenis curug/air terjun, dari mulai Curug Cigentis yang menakjubkan karena ada di kota industri karawang, kemudian Curug Sibedil dan Curug Bengkawah yang tampak kembar dan imut, lalu Curug Nangga yang sangat cantik dengan 7 tingkatannya, dan yang terakhir Curug Cipendok yang sangat eksotis sekali karena ketinggiannya itu menunjukan Curug Cipendok ini sangat gagah. Jujur kalau saya saat ini telah jatuh cinta dengan yang namanya curug/air terjun. Mungkin rasa cintanya saya beda dengan mala dan beti yang begitu mudahnya jatuh hati dengan pemandangan air terjun, karena saya butuh beberapa air terjun yang harus dilihat. Sekarang saya bener-bener makin suka melihat air terjun. Sedangkan Indonesia adalah negara dengan gunung/pegunungan terbanyak didunia, pastinya, air terjun yang ada di Indonesia juga yang paling banyak. Dan apakah saya bisa kayak beti untuk menjelajah berbagai air terjun? Saya juga gak tau.

Semoga di lain waktu saya bisa balik lagi ke Cipendok, karena masih kurang puas. Belum sempet mainan air, belum makan bareng sama monyet-monyet, dan beberapa hal yang lainnya.

Demikian Keluyuran saya dan mala yang begitu singkat di Cipendok. Sampai jumpa dan salam Keluyuran.

Selasa, 23 Agustus 2016

Di paksa ikut naik Bukit Batu Agung

Untuk pertama kalinya, beti ngajakin jalan bukan untuk melihat curug, tapi ini ke bukit. Entah ini mimpi atau nyata, yang jelas beti udah menyimpang dari moto hidupnya yaitu gak akan berhenti bertualang sebelum melihat semua air terjun yang ada di Indonesia. Keren ya beti. Cuma sayangnya untuk keluyuran kali ini saya disuruh mengawal 6 anak cewek menaiki bukit.

Serius?
Iya saya cowok sendirian.
Enak dong!
Enak palalu...  

Sebenernya saya udah berjanji gak akan naik ke gunung atau bukit lagi sebelum kurus, karena pasti akan menyusahi diri sendiri. Ini malah disuruh ngawal para ladies buat naik ke bukit batuagung. Dan mereka adalah mala, dwi, wiwi (anggota keluarga sering keluyuran), bernat, beti, dan terakhir rina (tanpa nose). Sedangkan bukit batuagung ini bukan termasuk/belum menjadi sebuah destinasi obyek wisata di kab. Tegal, akan tetapi bukit batu yang letaknya di desa batuagung, kec. Balapulang, kab. Tegal ini sedang tenar-tenarnya bagi penikmat wisata alam.

Malam harinya sebelum pergi besok, saya sempet usul ke mala untuk menyuruh para ladies itu membawa pacarnya masing-masing atau minimal bawa 1 cowok lagi. Tapi jawaban mereka adalah para cowok-cowok mereka pada gak bisa ikut.

Oke. Kayaknya ini bakal jadi mimpi buruk saya besok. Kemudian kita sepakat untuk kumpul di pasar langon jam 6 pagi.

Keesokan harinya, setelah terkumpul 7 anak (ditambah saya) kita mulai jalan. 

Tidak begitu susah untuk sampai di desa batuagung, kec. Balapulang, kita terlebih dulu melewati jalur utama slawi-purwokerto, kemudian sampai di pertigaan yomani, lalu kita belok kiri, kita ikutin jalan sampai di pertigaan yang ada tulisan SMA N 1 Balapulang terus kita belok ke kanan. Hanya berjarak sekitar 500 meteran kita sampai di gerbang desa batuagung (kiri jalan). Dan pastinya kita masuk ke gerbang desa batuagung dengan kondisi jalan yang sedikit rusak. Dari situ kita dituntut jeli untuk melihat-lihat petunjuk jalan yang memang sudah di siapkan oleh warga setempat dan ikuti terus jalan yang ada hingga bertemu dengan kebun tebu dengan kondisi jalannya rusak parah. Kemudian dari kebun tebu, kita akan menjumpai tempat parkirnya. 

Sesampainya di parkiran, salah satu dari anak cewek ini ada yang minta ke sungai karena ingin buang air, tapi akhirnya mereka berenam sama-sama ke kali. Sedangkan saya udah kayak tukang parkir yang lagi jagain motor.  

"Mas butuh guide? Mereka-mereka (para cewek) pasti gak akan ada yang bisa buat hiking sampe di puncaknya?" Kata mas-mas penjaga parkiran yang tiba-tiba nyamperin saya. Mungkin juga merasa kasian liat saya seorang cowok sendirian.

"Mereka kuat kok mas. Kemarin aja kita habis dari puncak everest" padahal boro-boro puncak everest, ke gunung prau aja capeknya minta ampun.


Untuk trip kali ini saya ada temennya, yaitu bernat. yang dimaksud ada temennya adalah Kita sama-sama pemilik badan yang over alias kelebihan lemak. Tapi kita enjoy aja sih karena emang jalurnya biasa aja. Eh baru bilang kayak gini didepan kita ada tumpukan batu besar yang harus kita lewatin, dan ternyata tumpukan batu-batuan besar ini bertumpuk sampai ke puncaknya. Mungkin ini sebabnya kenapa dinamakan bukit batuagung (agung : besar).






Kita dituntut punya skill panjat tebing. Sementara skill yang kita miliki adalah ngerumpiin orang. Karena sepanjang perjalanan naik bukit ini gak tau sudah berapa orang yang di rumpiin. Maklum sih, namanya juga cewek, dimana pun tempatnya, ngerumpi selalu ada.

Balik ke cerita, kita agak kesusahan buat naikin si bernat ke salah satu jalur tersulit sebelum ke puncak. Mau di gotong kita gak ada yang kuat, mau di tarik pake tali tapi gak ada tali yang kuat, mau di derek juga gak mungkin ada mobil derek diatas bukit. Bernat sendiri sudah sedikit nyerah buat naik, cuma karena dorongan semangat dari teman-teman yang lain seakan-akan membuat bernat mungkin melupakan berat badannya itu sehingga dengan bismillah akhirnya bernat bisa naik. Saya pun yang dibelakangnya bernat ikut melupakan kegemukan yang saya alami ini untuk naik ke tumpukan batu besar. Alkhamdulillah juga saya bisa naik.

Tapi ini belum berakhir.

Sebelum ke puncak kita terlebih dulu berhenti di spot foto pertama, cuma masalahnya kalau tadi kita harus naikin tumpukan batu besar, sekarang harus lewatin lorong-lorong sambil tiduran, karena emang lorongnya kecil, lorong-lorong ini sendiri terbuat dari tumpukan batu dan ada sela-selanya yang dijadikan jalan untuk ke spot foto pertama, kalau gak hati-hati kepala kita kena batu yang ada diatasnya.

Trip kali ini tidak di anjurkan untuk anak yang manja, anak yang takut kotor, atau anak yang gak mau capek. Karena disini bukan tempatnya. Apalagi bagi anak yang suka make up wajah, takut item, mending jauh-jauh dari tempat ini. Karena tempat ini cocoknya bagi anak yang eksplor banget, gak takut mukanya kena debu, gak takut kulitnya item, karena konsekuensinya para anak petualang ya harus berani kotor dan berani item.

Sampai juga kita di spot foto pertama.  




Mereka semua gak ada yang ngertiin perasaan saya yang sangat was-was takut ada yang jatuh karena saking asyiknya foto-foto. Sumpah, saya gak menikmati perjalanan kali ini, ditambah lagi saking banyaknya orang yang naik bukit ini membuat saya gak punya kesempatan buat foto bareng mala.

Kasian banget lo Riz. gak di ajakin foto.










Puas foto-foto, selanjutnya kita kembali jalan ke puncak semar, puncak tertinggi di bukit batu agung. Jadi bukit batu agung ini ada dua puncak, 1) puncak semar yang banyak dikunjungi orang, 2) puncak bendera yang sangat terjal untuk menuju puncak ini, dinamakan puncak bendera karena ada bendera di puncaknya.

Untuk menuju puncak semar, jalurnya sih tidak seberat tadi, cuma lebar jalannya sempit banget. Sebelah kanan kita batu-batuan besar yang sudah kayak tembok, sedangkan sebelah kirinya kita terdapat tebing jurang yang siap memakan korban kalau gak hati-hati, karena gak ada pembatasnya sama sekali. Ditambah lagi dengan banyaknya pengunjung yang datang kesini sehingga membuat kita gak bisa lanjut jalan karena di puncaknya juga sudah padat pengunjung. Sialan emang, kirain macet cuma dijalan doang, tapi dibukit juga bisa macet gini.

Kemudian kita urungkan niat kita ke puncak semar demi keselamatan, terus kita memilih jalan ke spot foto kedua.



Ini adalah ngetrip ter-ngeri buat saya, selain jalur pendakiannya menyusahkan, ditambah lagi saya cowok sendirian. Gak mungkin kan saya cuma jagain mala doang, tapi saya pantau semuanya, saya jagain semuanya. Cuma beti yang menyusahkan, dia suka jalan sendirian didepan, suka diluar jangkauan saya. Takutnya barangkali ada apa-apa kan saya yang tanggung jawab. Sedangkan saya posisinya paling belakang jagain bernat barangkali gelundung kebawah. Tapi alkhamdulillah kita semua selamat sampai di rumah masing-masing. Hebat kan?

Iya hebat tapi pulang-pulang langsung tepar.  

kita cukup berbangga, karena di tegal (khususnya desa batuagung, kec. Balapulang, kab. Tegal) mempunyai bukit batuagung ini. Ini bisa dijadikan pemanasan ketika mau mendaki ke gunung sungguhan. Spot-spotnya juga lumayan keren, sebanding dengan perjuangan kita untuk sampai ke atas. Jadi tunggu apalagi untuk keluar rumah dan menjelajah bukit batuagung ini. Yang terpenting kita selalu inget untuk mengutamakan keselamatan daripada foto-foto di tempat keren.

Salam keluyuran dari batuagung, sampai ketemu lagi di cerita berikutnya.

Minggu, 21 Agustus 2016

Keluyuran di Banyumas # 1 : Bersenang-senang dahulu, bersakit-sakit kemudian saat ke Curug nangga


Setelah kemarin saya dan mala keluyuran ke curug sibedil dan curug bengkawah, ternyata masih belum puas buat mala untuk mencari keindahan curug/air terjun lainnya. Ini sih bener-bener terkena virusnya beti yang mulai menjalar ke sel-sel otaknya mala, makanya mala jadi seneng melihat air terjun. Sedangkan keluyuran kali ini bukan hanya saya dan mala saja, tapi ada dwi, dan sang pakarnya air terjun siapa lagi kalau bukan (teriak sama-sama) BETIIIIIIII... iya kali ini beti ikut menjelajah salah satu curug yang ada di Banyumas, dan curug ini kata beti bertingkat 7 kayak tangga, namanya curug nangga.

Kayak apa sih curugnya?
"Liat aja entar" kata beti yang ternyata dia sendiri juga belum pernah kesana, dan ternyata juga saya, mala, dan dwi disuruh ikut hanya untuk menemani beti mengeksplor curug nangga. Sialan!! kirain mala yang ngajakin, ternyata beti yang membuat rencana.
Kita dari Tegal naik motor, saya sama mala dan dwi bareng beti. Perjalanan kita dari Tegal ke Ajibarang (kec. Pekuncen) masih aman-aman saja, meskipun ada tanjakan, tapi tidak terlalu terjal. Disini kita berhenti untuk menanyakan arah ke curug nangga sama ibu-ibu yang lagi jemurin baju.
"Bu! mau tanya. Emang bener saya mirip andre taulany?"
Si Ibu memandang aneh.
"Maaf bu, maksud saya emang bener ini jalan menuju curug nangga yang ada di desa petahunan"

Alkhamdulillah ternyata kita belum kelewat, kata si ibu tadi, beliau menunjukkan jalan kalau sekitar 200 meteran lagi ada RM sumber alam (dari arah Brebes kanannya jalan), dan sebelumnya ada pangkalan ojeg, sedangkan jalan untuk menuju desa petahunan itu ada di sampingnya lagi, Terus masuk dan tinggal ngikutin jalan itu. Bahkan ternyata sudah ada petunjuk jalan bertuliskan curug nangga di samping pangkalan ojeg tadi, jadi bagi yang ingin ke curug nangga gak usah bingung-bingung. Nah dari sini jalanan mulai nanjaknya naudzubillahimindzalik. Terjal banget, gak tau kemiringannya nyampe berapa, berkelok-kelok pula. Tapi alkhamdulillah sih motornya mala kuat. Saya sempet khawatir takut gak kuat.

Mungkin kalau motornya bisa ngomong pasti udah marah tuh. "gak kuat!! berhenti bego. Kalau gak tau berhenti yaudah stop. Jangan di paksain"

Akhirnya kita sampai juga di parkiran curug nangga

Kemudian kita jalan menuju curugnya sekitar 1,5 Kilo dengan jalanan berupa batu-batuan yang disusun rapi sampai ke curugnya yang ada di bawah. Saya liat dan amati, ada sebuah keniatan yang besar bagi warga desa petahunan untuk menjadikan curug nangga ini sebagai obyek wisata, apalagi kata salah satu warga yang saya ajak ngobrol kalau pemerintah setempat telah menyumbang untuk mewujudkan impian warga ini. Dan inilah obyek wisata baru dari desa petahunan, curug nangga.




Ini sih keren banget. Beneran kayak tangga, tujuh tingkat. Cuma sayang debit airnya gak deras. Karena udah dua minggu ini gak hujan. Tapi ini sih udah keren banget. Saya aja sampe melongo liatnya, melongo liatnya, karena baru liat yang kayak gini. Sungguh beruntungnya desa ini, karena mempunyai curug sekeren ini. Coba kalau halaman belakang rumah saya kayak gini, beh... penginnya langsung pamer. Apalagi kalau ada 7 bidadari yang lagi mandi di tiap tingkatannya, pasti pemandangannya seger banget. (Plakk!!) Di tabok mala.







Setelah seneng-seneng sekitar 1 jam lebih, Kita langsung siap-siap mau pulang, namun saya baru sadar kalau tadi kita dari parkiran menuju curugnya itu melewati jalan yang menurun dan terus menurun. Dan itu artinya ketika mau balik ke parkiran lagi berarti kita harus naik lagi yang jaraknya 1,5 Kilo sampe parkiran. OMG... baru liat keatas aja udah syok. Saya emang benci banget sama jalan yang menanjak, maupun itu tanjakan terbuat pake batu lah, tanah lah, atau tangga yang ada di mall sekalipun, saya benci banget.

"Buat ngurusin badan mas" kata dwi.
"Betul! Semangat untuk kurus" sambung mala.
Enteng banget kalau ngomong.

Untuk urusan menguruskan badan sih semangat, tapi untuk naik ke parkiran rasanya berat banget. Harusnya tadi nyampe di tengah-tengah aja dan foto-foto dari situ, gak usah harus turun.

Harusnya dari sini aja foto-fotonya, gak usah nyampe ke bawah.
Baru naik beberapa langkah pinggang terasa perih banget.

"Pliss!! berhenti, 5 menit aja deh, 10 menit juga gakpapa, 1 jam aja deh, atau besok lagi aja deh mulai jalannya" Ini pinggang sakitnya tuh di pinggang.
Sementara mala, dwi, dan beti tetap jalan di depan, sedangkan saya di belakang udah kayak lintah kena ambeyen. Jalannya sambil ngangkang.

Hampir 1 jam kita naik ke parkiran, akhirnya sampai juga. "Air mana air..."

Perjalanan ini kayak kebalikannya sebuah pribahasa, bersenang-senang dulu, bersakit-sakit kemudian. Karena tadi kita seneng banget pas lihat curugnya, tapi begitu pulang susahnya minta ampun untuk kembali ke parkiran. Tapi ini curug asli keren banget. Saya berani menebak kalau 5 th kedepan umur saya nambah 5 th. Eh!! maksud saya 5 th lagi obyek wisata curug nangga ini kalau dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh, pasti ketenarannya bisa sama kayak baturaden.

"Siap mas! akan kami jaga" kata mas-mas penjaga parkiran. Padahal tadi saya ngomong dalam hati loh.

Beti (Sang petualang sejati)
Dwi (Calon bininya Turis)
Mala yang mulai suka air terjun semenjak kenal Beti

Quetos dari beti : cowok kw (baca : ka-we) kalau ke curug cuma selfie, cowok ori kalau ke curug langsung terjun dan berenang.

Salam keluyuran dari curug nangga. jaga kebersihan, dan habiskan makananmu karena nanti mama marah.